THE CLOUD OF UNKNOWING

© hak cipta ada pada penulis Bruder Bram MTB

Disampaikan dalam SEMINAR DOA DI SALATIGA – 1979 dengan tema: MENGGALI KEKAYAAN TRADISI DOA.

Biarpun sudah seringkali dicoba untuk memberi nama kepada pengarang teks kecil ini, sampai sekarang belum ada hasil yang meyakinkan. Pengarangnya tetap anonym, apakah ia termasuk salah satu ordo dan ordo mana, juga tidak diketahui. Biarpun demikian, lewat karya-karyanya kita dapat mengenal kepribadiannya. Ia muncul sebagai seorang mistikus yang berbicara dari pengalamannya sebagai teolog yang tajam perumusannya, sebagai pembimbing rohani yang sanggup membina dengan kepekaan psikologis yang halus sekali. Ajarannya membuktikan ketaatannya pada tradisi teologis Gereja Katolik. Dan sewaktu-waktu ia muncul juga sebagai seorang yang mempunyai rasa humor dan perikemanusiaan. Dibandingkan dengan para mistici Jerman, Thomas Merton menilai dia lebih kalem, lebih hati-hati dan lebih ortodoks dari pada Eckharf, sama sederhana dan pberperasaan humor yang sama dengan Tauler, serta lebih berakar dalam “common sence” daripada Suso.

Para ahli sejarah menempatkannya pada akhir abad ke 14. Sebab ada alasan untuk menerima bahwa pengarang mengenal Richard Rolle ( + 1349) dan bahwa ia sendiri dikenal oleh Walter Hilton (+1396). Tempat tinggalnya diduga di daerah Midlanda bagian Timur Laut, sebab gaya bahasanya mempunyai ciri-ciri bahasa daerah itu.

KARYANYA

Meskipun : “The Claud ….”  merupakan karyanya yang paling terkenal, warisannya bukan hanya itu saja. Masih ada 3 karya asli lain yang berasal daripengarang yang sama, yaitu:
The book of Privy council
Epistle of prayer
Epistle of Disretion of Stirrings

Di samping keempat karya asli ini masih ada 3 saudara yang berasal dari tangan pengarang yang sama, yaitu:
The Denis Hid Divinity (saudara “Mystica Teologica” Dionysius dalam versi bahasa Latin
A treatise of the study of wisdom that men call Benyamin (saduran Benyamin minor dari tangan Richard of St. Victor)
A treatise of discretion of spirits (sadaruan dua kotbah St. Bernardus)

Dalam saduran-saduran ini pengarang tidak ingin menyumbangkan  pikirannya sendiri sehingga agak berbeda dengan bentuk asli.

Seluruh karyanya merupakan buah ; Teologi apophatis;. Teologi ini bukan hanya mengakui ketidak mampuannya untuk mengungkapkan kebenaran Ilahi, tetapi mengakat ketidak mampuan itu sebagai metode untuk mendekati kebenaran itu. Dengan lain perkataan: Mengetahui dengan tidak mengetahui dan melihat dengan tidak melihat.

Cara ini bukanlah sesuatu yang khas dari pengarang, juga tidak terbatas sampai teologi gereja katolik. Dalam perjanjian lama sifat apophatis muncul a.l. dalam teofania yang dialami oleh Musa (Kel 19: 18) dan Elisa (I Raja 19: 13). Pendekatan yang sama juga sudah berabad-abad dikembangkan di India dan Jepang (Upanishada dan Zen). Dalam Gereja Katolik, Teologi apophatis mulai dikembangkan oleh Gregorius dari Nyasa dan menjadi terkenal karena karya-karya Pseudo Dionysius. Pada abad pertengah teologi ini berkembang di Jerman (a.l. Tauler dan Eckhart) menghasilkan a.l. THE CLOUD di Inggris dan akan mencapai puncaknya dalam karya Yohanes dari Salib.

Judul The Cloud of unknowing cocok benar untuk sebuah karya yang berasal dari aliran ini. Sebagaimana Musa diliputi asap waktu menghadap Tuhan, begitu juga akal manusia tidak dapat menerobos kegelapan yang memisahkan dirinya dengan Allah tetapi justru dalam kegelapan ini manusia dapat mengenal Allah se APA ADA nya.

ZAMANNYA

Zaman perang, akhir abad ke 14, penuh dengan kegoncangan Gereja sedang mengatasi kesulitan berhubung dengan perpindahan Paus ke Avignon dan kehidupan rakyat Eropa ditandai oleh rasa takut terhadap maut yang mengganas dengan wabah penyakit pes. Tetapi zaman ini sekaligus juga sangat kreatif di bidang mistik dan melahirkan tokoh-tokoh di Italia, Jerman, Inggris dan Belanda. Dan biarpun Inggris letak geografisnya terisolir, jelas juga kebersamaan dengan daratan Eropa yang nyata dalam penggunaan tema serta lambing-lambang yang sama. Thema Marta dan Maria dalam Injil muncul baik di Jerman maupun di Inggris, begitu juga Musa yang naik gunung dan jiwa manusia secara umum digambarkan sebagai cermin Allah.

BEBERAPA PENGERTIAN POKOK ‘THE CLOUD’

Sesuai dengan tradisi teologi miskin, pengarang juga menggambarkan jiwa mnusia sebagai cermin Allah. Lwat introspeksi manusia dapat menemukan cermin itu dalam kegelapan batinnya, asal ia melepaskan diri dari penalaran diskursif dan pemikiran konseptual. Setelah bebas dari konsep-konsep akal budinya, ia masuk dalam ‘The Cloud of unknowing’. Dari kegelapan ini timbul kekuatan baru yang mendekatkan manusia pada Allah. Kekuatan itu disebut: ‘blind stirring of live” atau ‘naked intent of the will’.

Untuk masuk ke dalam ‘cloud’ tersebut tidak cukup mulai dengan kontemplasi. Pengarang sendiri menjelaskan sebagai berikut: ‘If you wish to enter this cloud, to be at home in it, and to take up the contemplative work of love as I urge you to, there is something else you must do. Just as the cloud of unknowing lies above you, between you and your God, so you must fashion a cloud of forgetting beneath you, between you and every created thing’.

PENGETAHUAN

W. Johnston menerangkan masalah arti pengetahuan dalam ‘The Cloud’ khususnya dalam kalimat: ‘ the muost Godly knowledge of God is that which is known by unknowing’, sebagai berikut:

Pengarang membedakan dua kategori pengetahuan. Kategori pertama yaitu segala pengetahuan yang berasal dari prose berpikir secara logis diskursif.  Pengetahuan ini berasal dari kontak pancaindera dengan dunia luar. Kontak ini menghasilkan banyanan yang diabstraksi oleh ‘intellektus agens’ dan yang terakhir ini menyampaikan abstrakta-abstrakta tersebut pada akal budi. Cara berpikir ini tidak mungkin tanpa bayangan dan tanpa konsep-konsep. Konsep-konsep yang berasal dari proses tersebut dapat ditrapkan pada dunia karena berasal dari situ etapi kurang sesuai untuk menangkap kebenaran ilahi. Pengetrapan konsep-konsep tersebut pada Allah selalu mengandung risiko antropomorfisme. Tetapi manusia dapat berpkir tentang Allah dan dapat mengenal Allah lewat konsep-konsep tersebut asal risiko itu selalu diperhatikan.

Pengetahuan kategori kedua muncul dari dalam diri pribadi manusia. Pengetahuan ini bersifat gelap. Supra konseptual, kontemplatif dan mistik. Pengetahuan ini meresapi akal budi kalau akal itu sama sekali hening, bebas dari bayingan  dan konsep-konsep. Pengetahuan supra konseptual, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa atau khas kristiani sebab sejak dulu sudah dikenal dan dikembangkan di Negara-negara Timur, misalnya dalam Zen. Akan tetapi pengetahuan kontemplatif pengarang The Cloud beserta semua mistici kristiani mempunyai satu ciri khas yaitu bahwa dasar pengetahuan itu adalah iman dan cinta dengan Allah Tritunggal  sebagai objek. Karena itu perlu ditekankan bahwa “Via Negativa” ini tidak ada arti sedikitpun tanpa ‘Via Amoris’ (jalan Cintakasih).

Garis pemisah antara kedua kategori pengetahuan ini Nampak jelas dalam karya Dionysius, para mistici jerman dan Yohanes dari Salib, sedangkan agustinus dan Thomas Aquinas melihat pengetahuan supra-konseptual sebagai lanjutan pengetahuan konseptual. Pengarang The Cloud searah dengan Dionysius meskipun ia berpendapat juga bahwa doa diskursif dapat berkembang menjadi doa kontemplatif.

Setelah beberapa waktu berdoa secara diskursif dan api cinta pada Allah mulai berkobar dalam hati, sudah tiba saatnya untuk meninggalkan cara berpikir yang diskursif dan mengosongkan akal  budi dari semua bayangan serta konsep-konsep yaitu memasuki ‘the cloud of unknowing’ supaya dapat beralih kepada satu cara berdoa yang lebih tinggi. Konsep itu ditinggalkan bukan karena salah, tetapi karena tidak mencukupi lagi dan supaya orang yang berdoa dapat turun ke dalam satu lapisan psyhe-nya yang lebih dalam di mana mendekati Allah terasa lebih mudah.

Pengetahuan supra konseptual tidak boleh disamakan dengan pengetahuan adi kodrati sebab baik pengetahuan konseptual maupun yang supra konseptual masih harus diresapi oleh rahmat Allah. Menurut pengarang ketenteraman akal dan hati dalam pengetahuan supra konseptual hanya ada arti kalau iman adikodrati yang dianugerahkan waktu pembaptisan dan yang ditegakkan dalam sakramen pengakuan dosa dapat diresapi oleh ketenteraman itu. Ketentraman itu harus mencapai lubuk hati manusia yang terdalam dan dengan meneguhkan / meresapi imannya maka ia  akan disembuhkan juga dari bekas luka dosanya.

TERDESAK OLEH CINTA TANPA BATAS (THE BLIND STIRRING OF LOVE)

Sebagaimana dibedakan dua jenis pengetahuan begitu juga ada dua macam cinta. Yang pertama yaitu cinta biasa yang menuju kepada segala sesuatu yang dapat di ketahui dan dialami melalui pancaindera.

Cinta yang kedua berkobar lebih dalam dan menuju kepada Allah yang tidak diketahui apaNya tetapi adaNya. Dengan perkataan lain, seorang kontemplatif dalam keadaan cinta yang kedua ini tidak tahu tentang Allah tetapi hanya menyadari kehadiranNya. Cinta sempurna yang tak beralasan ini menuju kepada Allah bukan karena anugerah atau kebaikan kebaikanNya melainkan karena DiriNya oleh iman, begitu pula cinta mistik hanya berarti sejauh cinta itu merupakan pernyataan dari anugerah cinta adikodrati yang diterima dalam sakramen pembaptisan. Cinta adikodrati ini mencapai puncak kesempurnaannya dalam cinta mistik. Desakan cinta ini masih mempunyai satu aspek lain lagi yang akan dibicarakan, yaitu ASPEK PEMURNIAN.

PENGETAHUAN DAN CINTA

Sesuai dengan aliran teologi skolastik, pengarang juga menempatkan cinta diatas pengetahuan sebab cinta dapat mengenal Allah se-ada-Nya. Tetapi akal budi mempunyai peranan penting dalam proses perkembangan kontemplasi yang bertahap tiga:

Tahap pertama, ditempuh dengan berpikir secara konseptual dan berdoa diskursif. Dalam tahap ini sengsara Kristus dan keadaan diri sendiri sungguh cocok untuk direnungkan dalam terang iman.

Dalam tahap kedua desakan cinta mulai terasa dan berpikir secara diskursif / konseptual menjadi makin sulit. Inilah saatnya untuk menggantikan meditasi diskursif dengan keheningan iman melulu. Akal budi tetap diperlukan untuk menyaring dan mengartikan desakan-desakan cinta, untuk mencari nasehat dan menyingkirkan khayalan.

Dalam tahap ketiga, cinta telah meninggalkan pengetahuan diskursif dan menemukan kebijaksanaan sejati yang dicurahkan oleh Allah sendiri. Tetapi akalbudi tetap diperlukan untuk membebaskan desakan cinta, untuk mencari nasehat dan mengamankan jiwa terhadap perangkap-perangkap yang terdapat di jalan berbahaya ini.

JALAN PEMURNIAN

Seperti telah dikemukakan The Cloud mempunyai dua aspek, yaitu: aspek UNKNOWING dan aspek FORGETTING. Dalam aspek terakhir tercakup pemurnian atau askese. Sama dengan Aristoteles, pengarang berpendapat bahwa rasa ingin tahu merupakan salah satu dorongan yang paling kuat dalam hati manusia. Maka menyangkal dorongan tersebut adalah suatu askese yang amat berat. Lewat penyangkalan diri ini (pemunian aktif) manusia memusatkan segala kemampuannya dalam cintanya kepada Allah. Kemajemukan cintanya yang membuat dia merasa tertarik pada bermacam-macam ciptaan disamping PENCIPTA sendiri dapat diatasi dan cintanya menjadi tunggal-utuh.

Dengan demikian pemurnian aktif akan berubah menjadi pemurnian pasif. Dalam teang cintanya yang semakin besar itu, manusia melihat kontras antara kemurnian Allah dengan keadaannya sendiri. Rasa sakit yang ditimbulkan oleh kontras itu akan membakar habis akar-akar dosanya. Proses pemurnian ini boleh dilihat juga sebagai tahap dalam proses penyatuan. Karena segala kemampuan dipusatkan dalam cinta yang yang tunggal / utuh, maka manusia menjadi lebih utuh dan bersatu. Dan karena cinta yang tunggal ini manusia dapatmenuju penyatuan dengan Allah (mistik).

PENYATUAN DENGAN ALLAH

Dengan tetap menurut metafisika skolastik, pengarang menerangkan puncak kehidupan mistik. Manusia akan bersatu dengan Allah tetapi tidak pernah akan menjadi identik. Sebab Allah yang dilihat sebagak ADA – Nya sendiri. Dengan perkataan pengarang: He is thy being and thou not his.

Keberadaan manusia itu meliputi baik kodratnya maupun adikodrati, yaitu apa yang ia peroleh karena rahmat. Pengarang sendiri merumuskan sbb:

That what I am and how that I am,
As in nature as in grace
All I have it of the Lord
And thou it art

Inisiatif pertama dalam proses mistik ini datang dari Allah:
Thou attainst to come thither by grace
Whither thou mayest not come by nature

Rahmat itu mengangkat kodrat manusia menjadi bersatu dengan Allah, tetapi tidak akan menghilangkan perbedaan antara kodrat manusia dengan kodrat Allah.
Although thou be all one with Him in grace
Yet thou art full far beneath Him in nature

Akhirnya perlu ditegaskan bahwa proses ini dimungkinkan karena Kristus Putera Allah menjadi manusia dan di dalam Dia semua orang yang percaya kepadaNya akan diantar kepada Allah Tritunggal.

bram

--------------------------------------------------------

Link dalam bahasa Inggris untuk pengayaan :

Referensi 1 

Referensi 2